Sabtu, 22 Desember 2012

Contoh Studi Kasus


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
       Studi Kasus ialah sebuah cara yang dilakukan melalui penyelidikan secara intensif terhadap suatu objek dengan cara mengumpulkan data secara lengkap dan tersusun secara sistematis. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kebenaran suatu objek. Baik secara ilmiah maupun nyata dari fisik dan non fisik anak, sikap anak, mental anak, kelemahan, serta kelebihan anak tersebut dengan cara observasi kepada anak itu langsung dengan demikian telah memberikan suatu pemikiran dan ilmu pengetahuan tentang bagaimana melakukan sebuah penelitian.

B.   Manfaat dan Tujuan Penelitian
       Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui kebenaran suatu objek secara nyata, baik dari segi fisik, sikap, mental, kelemahan, dan kelebihan anak, selain itu juga untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Belajar.




1
 

BAB II
IDENTITAS RESPONDEN

A.   DATA RESPONDEN
1.    Data Siswa
a.    Nama                                  :    SYAFRIZAL
b.    Tempat Lahir                     :    Tembilahan
c.    Tanggal Lahir                    :    15 Agustus 2001
d.    Kelas                                   :    SDN / V
e.    Tempat Sekolah                :    SDN.035, Tembilahan
f.     Alamat Rumah                  :    Parit 15, Jl. Prof. M. Yamin. SH, lr. Jeruk  Tembilahan Hilir
g.    Hobby                                 :    Bermain

B.   DATA ORANG TUA RESPONDEN
1.    Ayah :
a.    Nama                                  :    MARTIUS
b.    Tempat Lahir                     :    Tembilahan
c.    Tanggal Lahir                    :    31 Desember 1963
d.    Pendidikan Terahir          :    SD
e.    Alamat Rumah                  :    Parit 15, Jl. Prof. M. Yamin. SH, lr. Jeruk  Tembilahan.
2
 

2.    Ibu :
a.    Nama                            :    MASNAH
b.    Tempat Lahir               :    Tembilahan
c.    Tanggal Lahir              :    07 Juli 1969
d.    Pendidikan Terahir    :    SD
e.     Alamat Rumah           :    Parit 15, Jl. Prof. M. Yamin. SH, lr. Jeruk  Tembilahan.
C.   Observasi yang dilakukan
Ø Observasi : Pertama
Hari              :    Minggu
Tanggal       :    01 April 2012
Pukul           :    16.00 WIB
Tempat        :    Di kediaman responden
Ø Observasi : Kedua
Hari              :    Senin
Tanggal       :    02 April 2012
Pukul           :    09.30 WIB
Tempat        :    Di lingkungan sekolah SDN. 035 Tembilahan
Ø Observasi : Ketiga
Hari              :    Kamis
Tanggal       :    05 April 2012
Pukul           :    09.30 WIB
Tempat        :    Di ruang wali kelas (Ibu Tini)
BAB III
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
A.   Keadaan Anak
1.      Secara Fisik
ü  Anggota badan anak dalam keadaan sehat
ü  Tidak ada kekurangan pada fisik anak
ü  Semua panca indra berfungsi dengan baik

2.      Secara Mental
ü  Pemberani
ü  Emosional tinggi
ü  Usil
ü  Suka bergaul
ü  Egois
ü  Suka melawan orangtua

3.      Kelemahan Anak
ü  Kurang disiplin (dirumah maupun disekolah)
ü  Suka membohongi orangtua
ü  Tidak mau dinasehat (orang tua maupun orang lain)
ü  Tidak mau belajar dirumah
ü  Sering tidak masuk sekolah
ü 
4
Kalau lagi bermain suka lupa waktu
4.      Kelebihan Anak
ü  Pandai mengoperasikan Komputer

B.   Permasalahan Anak
1.    Terhadap diri sendiri
Dari data hasil observasi yang dilakukan dapat diketahui beberapa permasalahan anak  terhadap dirinya sendiri. Hal itu terjadi karena si anak belum mampu mengendalikan dirinya, dan minat bermainnya sangat tinggi, ditambah lagi faktor lingkungan tempat si anak tinggal. Apalagi si anak sekarang sudah kecanduan main game online diwarnet. Ia sangat malas sekolah, makanya si anak sering membohongi orang tuanya, pagi-pagi dikasih uang jajan untuk sekolah, malah dia pergi kewarnet untuk main game dan memilih untuk tidak sekolah.

2.    Terhadap Orang Tua
Anak ini kurang perhatian terhadap keluarganya, ayahnya mempunyai kesibukan diluar sebagai pekerja bangunan, hanya ibunya yang mengamati perkembangan anaknya dirumah, anak ini sangat jarang ada dirumah, si anak sukanya bermain dan bermain, padahal ibunya sudah sering memarahi, bahkan memukulinya,  tapi si anak tetap saja melakukan hal tersebut. Seperti yang saya lihat, mungkin si anak kurang puas dengan pemberian uang oleh orang tuanya, makanya si anak suka membohongi orang tuanya. Ketika saya bertanya pada ibunya, “Kenapa setiap anaknya pulang selalu dimarahi”? Si ibu menjawab “gimana saya tidak marah, bilangnya mau pergi les, tapi duitnya untuk main kewarnet”. Tapi si anak memang sudah kebal dengan perlakuan orang tuannya, dan orang tuanya pun bilang, “saya tak tau lagi harus mendidiknya dengan cara apa”.

3.    Terhadap Lingkungan
Anak ini mempunyai pergaulan yang cukup baik, banyak mempunyai teman, walaupun si anak suka membuat masalah pada teman-temannya, ia tidak bisa menjaga emosinya. Dilingkungan tempat tinggalnya banyak sekali anak-anak yang suka bermain, makanya si anak terpengaruh dengan teman-temannya yang suka bermain kewarnet.

4.    Terhadap Sekolah
Menurut wali muridnya Ibu Tini, si anak tergolong anak yang cukup pintar, namun si anak sering tidak masuk sekolah dan suka berkelahi dengan teman-temannya, dikarenakan si anak suka mengganggu dan diganggu teman-temannya.


BAB IV
DASAR TEORITIS
A.   Pengertian Emosi
              Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.         
7
              Sudah lama diketahui bahwa emosi merupakan salah satu aspek berpengaruh besar terhadap sikap manusia. Bersama dengan dua aspek lainnya, yakni kognitif (daya pikir) dan konatif (psikomotorik), emosi atau yang sering disebut aspek afektif, merupakan penentu sikap, salah satu predisposisi perilaku manusia. Namun tidak banyak yang mempermasalahkan aspek emosi hingga muncul Daniel Goleman (1997) yang mengangkatnya menjadi topik utama di bukunya. Kecerdasan emosi memang bukanlah konsep baru dalam dunia psikologi. Lama sebelum Goleman (1997) di tahun 1920, E.L. Thorndike sudah mengungkap social intelligence, yaitu kemampuan mengelola hubungan antar pribadi baik pada pria maupun wanita. Thorndike percaya bahwa kecerdasan sosial merupakan syarat penting bagi keberhasilan seseorang di berbagai aspek kehidupannya.
              Salah satu pengendali kematangan emosi adalah pengetahuan yang mendalam mengenai emosi itu sendiri. Banyak orang tidak tahu menahu mengenai emosi atau besikap negatif terhadap emosi karena kurangnya pengetahuan akan aspek ini. Seorang anak yang terbiasa dididik orang tuanya untuk tidak boleh menangis, tidak boleh terlalu memakai perasaan akhirnya akan membangun kerangka berpikir bahwa perasaan, memang sesuatu yang negatif dan oleh karena itu harus dihindari. Akibatnya anak akan menjadi sangat rasional, sulit untuk memahami perasaan yang dialami orang lain serta menuntut orang lain agar tidak menggunakan emosi. Salah satu definisi akurat tentang pengertian emosi diungkap Prezz (1999) seorang EQ organizational consultant dan pengajar senior di Potchefstroom University, Afrika Selatan, secara tegas mengatakan emosi adalah suatu reaksi tubuh menghadapi situasi tertentu. Sifat dan intensitas emosi biasanya terkait erat dengan aktivitas kognitif (berpikir) manusia sebagai hasil persepsi terhadap situasi. Emosi adalah hasil reaksi kognitif terhadap situasi spesifik.

B.   Garis Pedoman Umum Untuk Merangsang Perkembangan Anak
1.    Tenangkan anak, terutama saat ia marah atau tidak senang, dengan memeluk hangat, lembut tetapi erat, intonasi yang ritmis dan kontak mata yang hangat. Jangan tegang atau kuatir karena hal tersebut akan dirasakan oiehnya dan semakin membuatnya tidak tenang.
2.    Cari cara interaksi yang bisa memancing keterlibatan; ekspresi wajah, bunyi, sentuhan, dll. Perhatikan profil sensoriknya.
3.    Cari berbagai pendekatan, eksplorasilah bersama-sama sampai menemukan cara mana yang paling disukainya.
4.    'Bacalah' dan berespon terhadap sinyal emosi anak, ada saat ia membutuhkan kedekatan namun ada juga saat ia ingin menjadi lebih asertif dan mandiri. Ikuti apa yang diinginkannya, jangan memaksakan 'agenda' kita.
5.     Tunjukkan kegembiraan, antusiasme dan gairah dalam berinteraksi
6.    Doronglah anak untuk melangkah ke tahap perkembangan berikutnya;
mengambil inisiatif, memecahkan masalah, bermain pura-pura, membahasakan emosi, menghadapi realitas dan bertanggung jawab terhadap tingkah lakunya (konsekuen)
7.    Jangan terlalu/kurang menstimulasi dan memancing interaksi.
8.    Jangan terlalu mengontrolnya, ikuti pola dan keinginan anak.
9.    Jangan terlalu konkrit dalam bermain padahal ia sudah beralih ke tahap yang lebih abstrak, ikuti pola berpikir dan imajinasinya.
10. Jangan menghindari area emosi yang tidak disukainya, supaya anak belajar juga menghadapinya
11.  Jangan mundur bila anak bereaksi emosi keras, tetaplah pada tujuan (konsisten) tetapi tenangkan dia.

a.    Beberapa Tipe masalah emosional:
1.    Kebrutalan atau kebringasan
anak nampak pada perilakunya; mereka menunjukkan suatu perbuatan yang sering kali memerlukan bantuan orang lain. Misalrya berkelahi, membohong, mencuri, merusak hak milik dan merusak aturan yang berlaku. Bentuk-bentuk tindakan tersebut merupakan ekspresi yang keluar dari emosional yang terganggu. Setiap perilaku anti sosial yang kronis harus dianggap sebagai suatu tanda adanya emosional yang terganggu.
2.    Gangguan kecemasan
Berbagai gangguan kecemasan dimulai pada masa . kanak-kanak. Gangguan keinginan tersebut dapat berupa gangguan keinginan terpisah dan ketakutan (phobia) sekolah. Gangguan keinginan terpisah dari orang yang terdekat disebabkan berbagai hal yang berbeda-beda dan dnpnt berakibat anak mengalami sakit kepala. sakit perut dan sebagainya.  Akan tetapi kondisi semacam ini sangat berbeda di antara anak-anak yang berusia satu atau dua tahun yang mengalami gangguan keinginan terpisah. Anak-anak yang menderita gangguan keinginan semacam ini sering kali tidak mau berteman; dengan kata lain dia suka menyendiri dan selalu peduli terhadao penyakitnya, misalnya sakit kepala, sakit perut. Kondisi semacam ini dapat mempengaruhi anak laki-laki maupun perempuan semenjak kanak-kanak bahkan sampai dewasa usia mahasiswa.
3.    Takut Sekolah
Suatu ketakutan yang tidak realistis adalah apabila seorang anak tidak mau sekolah, mungkin kondisi semacam ini juga merupakan keinginan terpisah. Ketakutan terhadap guru yang keras dan galak atau mendapat tugas yang berat di sekoiah. Ketakutan anak tersebut adalah wajar, hal ini bukannya disebabkan oleh anak, melainkan lingkungan yang tidak kondusif. oleh karena itu suasana seko!ah perlu dirubah. Berkaitan dengan masalah tersebut, apa yang dapat kita lakukan? Pertama, dijaga jangan sampai anak tersebut suka membolos/meninggalkan kelas. Gangguan keinginan tersebut disebabkan oleh perilaku anak itu sendiri. Unsur yang paling penting dalam memperlakukan anak yang takut (phobia) pada sekolah dapat dimulai sejak dini dan dilakukan secara terus menerus. Apabila perlakuan semacam ini dilakukan secara teratur dan dibimbing dengan baik, maka pada saat kembali ke sekolah anak tersebut tidak akari mengalami kesukaran apapun. 
4.    Kematangan Sekolah
Kematangan sekolah merupakan suatu kondisi di mana anak telah memiliki kesiapan cukup memadai, baik dilihat dari fisiknya maupun mental, untuk dapat memenuhi tuntutan pendidikan formal. Dalam hubungan tuntutan yang bertalian dengan aspek penguasaan materi atau bahan pelajaran, dan kemampuan membina interaksi antara teman-teman sebaya, baik teman satu kelas maupun teman dari kelas lain, berinteraksi dengan guru, kepala sekolah, dan personil sekolah lainnya. Secara umum, usia anak yang dianggap matang sekolah adalah lima atau enarn tahun. Pada rentang usia ini, anak telah mencapai perkembangan fisik sebagai dasar yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan segala sesuatu di sekolah, antara lain, anak telah mampu mengurus dirinya sendiri, menguasai penggunaan alat tulis dengan betul, dan dapat menerima makanan padat. Di samping itu perkembangan kognitif yang memadai juga sangat dibutuhkan, misalnya anak mulai dapat membaca dan menuiis. Kemampuan membaca dan menulis sangat penting karena merupakan dasar untuk memahami seluruh materi atau bahan pelajaran yang diberikan di sekolah.
Secara psikis, pada usia ini umumnya anak telah mampu mengatur proses buang air kecil mulai bersosialisasi dalam pengertian telah dapat membedakan teman laki-laki atau perempuan serta berusaha membedakan antara salah dan benar.
Kemampuan dasar lainnya ialah tehwa anak telah mampu mengembangkan hubungan emosional yang sehat dengan orang tua, teman sebaya, dan orang lain. Pada saat mulai masuk sekolah anak tidak memiliki rasa kecemasan karena terpisah dengan orang tuanya. Selain menerima kasih sayang anak juga telah mampu memberikan kasih sayang kepada teman sebayanya maupun kepada orang lain. Hal semacam ini juga dapat mendukung kemampuan anak pada saat belajar di sekolah.
5.    Depresi pada masa Kanak-Kanak.
Gangguan depresi dapat mengakibatkan anak tidak suka bersenang-senang tidak dapat berkonsentrasi dan menunjukkan berbagai reaksi emosional yang tidak normal. Anak-anak yang mengalami depresi sedikit sekali suka berjalan atau berteriak. Gejala-gejala depresi antara lain: gangguan konsentrasi, tidur kurang, selera makan kurang, mulai berbuat kejelekan di sekolah tidak merasa bahagia, selalu mengeluh karena penyakit jasmani yang dideritanya, selalu merasa bersalah. Setiap empat atau lima dari gejala-gejala tersebut banyak mendukung suatu diagnosa ada depresi terutama apabila anak menunjukkan perilaku lain tidak seperti anak-anak normal. Pada umumnya orang tua tidak memahami adanya berbagai masalah kecil seperti gangguan waktu tidur, kehilangan nafsu makan, dan sebagainya, namun sering kali anak sendiri dapat menunjukkan adanya gangguan tersebut. Ada yang berpendapat bahwa hal ini merupakan faktor keturunan, ada yang mengatakan bahwa depresi tersebut dikarenakan adanya stres umum dalam keluarga, atau dikarenakan kurang perhatian orang tua karena mereka juga sedang mengalami gangguan (Weisseman et al, 1987). Anak usia sekolah yang sedang menderita depresi biasanya kurang bergaul dan tidak memiliki kompetisi akademik, namun hal tersebut masih belum jelas penyebabnya apakah kurangnya kompetisi tersebut dikarenakan adanya depresi atau sebaliknya, yaitu depresi akibat tidak kompetennya anak (Blechman, McEnroe, Carella & A’iderte, 1986).

                 Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan berdasarkan teoritisnya, bahwa anak tersebut termasuk kedalam golongan kepribadian sebagai berikut :


1.    Atkiston
Istilah yang menunjukan pada keadaan dimana perubahan faali menyeluruh terjadi dengan intensitas yanga amat kuat, sedangkan perasaan (feeling) berlangsung dengan intensitas lebih ringan. Dalam tulisan ini, perbedaan tersebut dikesampingkan untuk menghindari keracunan terminologis. Seluruh keterbangkitan faali (Fisiologis), mulai dari yang teringan hingga yang terberat dirujuk dengan satu istilah saja, yaitu emosi.
2.    James-Lange
Emosi identik dengan perubahan-perubahan dalam system peredaran darah. Emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respon terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari luar, teori ini menekan bahwa emosi sebagai respon dari perubahan faali yang terjadi pada dirinya.
3.    Schacte-Singer
Teori emosi yang menepatkan kondisi pada posisi yang sangat menentukan, emosi merupakan fungsi interaksi antara faktor dan keadaan keterbangkitan fisiologis. Setiap pengalaman yang membangkitkan emosi akan diberi label didalam peta kognitif. Label-label itu kemudian dijadikan pola bagi pengalaman-pengalaman baru setiap stimulus yang diterima akan dinilai berdasakan label yang telah disimpan.
BAB V
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Syafrizal termasuk anak yang sangat nakal yang bisa digolongkan kedalam Beberapa Tipe masalah emosional:
1.      Kebrutalan atau kebringasan
anak nampak pada perilakunya; mereka menunjukkan suatu perbuatan yang sering kali memerlukan bantuan orang lain. Misalrya berkelahi, membohong, mencuri, merusak hak milik dan merusak aturan yang berlaku.
2.      Takut Sekolah
Ketakutan terhadap guru yang keras dan galak atau mendapat tugas yang berat di sekolah. Suka Bolos, dan selalu banyak alsan kalau disuruh sekolah.

B.   Saran
16
Bagi para pembaca agar kiranya memperhatikan tingkah laku peserta didik, baik dalam waktu belajar atau diluar jam pelajaran, dan yang lebih penting kepada orangtua, agar selalu memperhatikan perkembangan anaknya, karena baik buruknya anak tergantung didikan kita sebagai orangtua. Jangan sampai anak kita mengalah gunakan sesuatu yang kita berikan.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Sholeh Munawwar, 2005, Psikologi Perkembangan, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
M. Darwis Hude, 2002, Emosi, Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.
Sumadi Suryabrata, 2007, Psikologi Kepribadian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Kamus Psikologi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar